20110929

Harus Apa?

Saat mereka bercerita dan berbagi kebahagiaan mereka, betapa indahnya kehidupan mereka, lalu bagaimana denganku? Apa aku harus berbohong? Tentu tidak ada yang pernah mengajarkan hal ini. Atau aku harus diam? Semakin merusak suasana, nanti mereka curiga. Atau mengatakan yang sebenarnya? Ini lebih tidak mungkin lagi, pasti akan lebih merusak bahkan menghancurkan.

20110925

"Ticket"

Sometimes I wonder.
Maybe God gave us a "ticket" to find your soulmate.
One thing for sure, last night when we hugged each other... I know I have arrived in the right destination.
I checked the ticket.
I know God gave me the ticket to arrive in Kakang's heart.
(Page 189 - Test Pack, Ninit Yunita @istribawel)

20110915

Aku, Radit, dan Mira, serta Rini (nama disamarkan)

Tiba-tiba teringat kejadian beberapa tahun lalu. Ini tidak bisa dengan mudahnya hilang begitu saja dari memoriku. Dan maaf, untuk hal ini tidak akan pernah bisa hilang dari memoriku. Aku dan seorang lelaki (seperti sebelumnya, sebut saja Radit). Bagaimana alur ceritanya? Sudah pernah aku ceritakan di sini. Banyak sekali kejadian yang menyesekkan yang menyangkut hal itu. Tidak bosan-bosan aku selalu menangis begitu down, walaupun hanya disenggol sedikit saja.

Pernah sekali kejadiannya parah banget. Sahabatku, sebut saja Rini, pingsan. Ini bukan karena mengalami gangguan kesehatan, namun karena masalah ini, masalahku, dan dia yang seharusnya tidak perlu membelaku namun dia bersikukuh membelaku sampai terjadilah demikian.
Sore itu, dengan sangat bersemangat, kami -Asaf GenK- satu persatu mulai meramaikan rumah salah seorang dari teman kami yang hari itu sedang berulang tahun. Kalau tidak salah yang ke-15. Namanya Sylvia (nama asli). Sudah menjadi adat Asaf GenK bagi siapa yang berulang tahun pasti mengadakan acara makan-makan di rumahnya dan selalu mengundang semua anggota Asaf GenK yang jika dihitung-hitung jumlahnya hampir mencapai 100 orang, namun ya namanya saja manusia ya, itu yang aktif hanya sekitar 30 orang saja.
Saat itu keadaan kami masih PANAS, khususnya bagi aku, Radit, Rini, Mira (lihat di sini), beserta beberapa orang yang memihak salah satu dari dua pihak ini. Dilihat-lihat, yang benar-benar berada di pihakku hanyalah Rini, Kak Sylvia, dan Vanny (adik Kak Sylvia). Ya, hanya itu. Sedangkan di kubu satunya, karena ke"bisa"an si wanita ular itu, dia berhasil menggaet orang-orang bodoh untuk membelanya. Entah apa saja bahan ramuan bisanya sehingga orang-orang penting bisa terpengaruh oleh ucapannya yang beracun itu. Jujur, aku kecewa. Ya, totally dissapointed! Demi Tuhan, yang seharusnya ini masalahku dengan Radit dan Mira dan sebenarnya sudah selesai, malah merembet ke anak lain, ya saking sayangnya Rini sama aku. Sungguh, yang seharusnya aku jadi peran utama malah yang sering bermasalah dan kena masalah jadi Rini. Ah, emang itu dua orang yang terlalu lebay. Siapa? Ya Rini dan Mira! Aku dan Radit? Kami malah bingung sendiri dan sejak awal aku bermasalah dengan Mira, yang itu pun akibat dibakar oleh Rini, Radit mulai menjauh dari aku, menyalahkan aku. Ya, semua gara-gara seorang -atau mungkin dua orang- yang membuat besar masalah yang sebenarnya kecil yaitu JEALOUS! Entah dia menjauhiku karena aku yang terkesan membesar-besarkan masalah (yang pasti karena Rini), ataukah karena hasutan si wanita berbisa dan dia pun terpengaruh! Labil coy, labil! Masih krucil-krucil begitu udah sok-sokan. Ckck.

Kejadiannya setelah selesai makan malam. Posisiku dan Rini berada di dapur bersama Kak Sylvia dan Vanny serta ibunya. Sedangkan Mira berada di halaman rumah bersama puluhan teman lainnya, termasuk Raditku. Raditku? Ya! Bukan Raditnya Mira! Aku dan Rini saat itu sedang ber-SMS ria dengan Mira. Aku lupa. Intinya tentang masalah di antara kami. Yang pasti bukan usaha meredakan namun malah membakar. Aksi SMSan pun berlangsung lama, sampai akhirnya, aku lupa penyebabnya, pembalas SMS kami bukanlah Mira melainkan Kak Libny (nama asli dan kini sudah meninggal dunia :(), ia seorang penari di Asaf GenK dan yang pasti sebelumnya termasuk orang terdekatku dan Rini. Isi SMS berupa ancaman-ancaman kepada Rini. Dia menantang Rini untung berbicara empat mata. Kembali lagi, ini masalah siapa sebenarnya? Aku kan? AKU! Kenapa harus Rini?
Aku lupa bagaimana bunyi SMSnya, yang jelas membuat kami DOWN, khususnya Rini. Rini pun tak kuasa menahan tangis. Aku, Rini, dan Kak Syl masuk ke kamar Vanny. Pintu kami kunci, lampu kami padamkan. Tangis Rini meledak di sana! Ia menjerit sekencang-kencangnya, dan bergelinjang seperti orang gila yang sedang mengamuk. Aku tidak mengada-ada, ini asli kejadian beneran. Rini mengamuk. Aku dan Kak Syl saling berpelukan dan menangis. Rini mengamuk, ia masuk ke kolong tempat tidur Vanny dan mengamuk di sana. Ditendangnya semua benda di sekitarnya. Aku dan Kak Syl berusaha meredakannya, namun tak berhasil. Ada SMS masuk lagi. Rini membacanya dan membanting ponselnya. Ia mengamuk lebih besar lagi. Anehnya, dari puluhan orang di luar tidak ada yang peduli akan kami. Ya, kami! Sejak adanya wanita berbisa itu. MIRA!
Rini keluar dari kolong tempat tidur dan memelukku dan Kak Syl. Ia menangis sekencang-kencangnya. Aku dan Kak Syl pun menangis. Sampai akhirnya pelukannya yang rapat lama kelamaan merenggang menjadi lemas. Rini pingsan! RINI PINGSAN! Kami bingung. Kami meminta bantuan secepatnya. Mereka membawa Rini ke kamar Kak Syl. Demi Tuhan, saat aku aku sangat takut. Aku kaget. Aku bingung! Akhirnya KAKAK TERTINGGI kami turun tangan. Ia menghampiri kami dan menanyakan penjelasan. Hingga akhirnya aku dan beberapa orang diusir dari tempat itu dan menyisakan Kak Libny, Kak Syl, dan Kak Rahel. Entah apa yang mereka bicarakan di dalam dan entah bagaimana jalan pikiran KAKAK itu, mengapa aku dan Mira tidak dipanggil masuk ke dalam? Bahkan Radit pun tidak.

Waktu menunjukkan pukul 8.30 malam. Satu persatu mulai meninggalkan tempat itu. Kami pun akan pulang. Dongkolnya, aku dan Rini kebagian semobil sama Kak Libny cs! Tapi tidak semobil dengan Mira, Puji Tuhan. Ya otomatis sih, karena malam itu Rini akan menginap di rumahku, dan karena aku dan Kak Libny serumah! Ya, rumah kami, rumah Asaf GenK (hanya sementara sebelum aku sekeluarga keluar dari tempat itu, malas menjelaskan)! Mobil terakhir. Tidak ada orang lagi tersisa. Mobil pun berjalan menuju rumah KAMI. Suasana di dalam mobil mencekam. Tidak ada satu pun dari kami mengeluarkan suara. Pun tidak kudapati sesosok KAKAK TERTINGGI yang seharusnya ada di dalam mobil. Rumah kami hanya ditempuh 10 menit dari rumah Kak Syl. Dan itu melewati gang rumah Radit. Radit, dimana kamu? Seharusnya kamu ada di sini :(
DAN di beberapa meter sebelum gang masuk ke rumah Radit yang akan kami lewati, kami melihat si kakak tertinggi bersama Radit. Mereka berdua jalan kaki dan terlihat sedang bicara serius. Sang kakak merangkul Radit. Kami shock! Totally shock! Jantungku tiba-tiba berdetak cepat. Sejak saat itu Radit memintaku untuk menjauhinya (untuk saat itu), walaupun akhirnya kami kembali lagi.

Aku menyadari kejadian itu sepenuhnya kesalahanku. Tapi hanya itu kan salahku? Tidak sebanding dengan kesalahan Radit yang akhirnya meninggalkan bekas luka yang SANGAT DALAM dan MENYAKITKAN sampai saat ini.
Radit, Rini, Mira, dan semuanya.... Akhirnya setelah keputusanku meninggalkan kalian semua, aku berhasil mengampuni kalian. Sungguh.. Terima kasih sudah mengajariku jatuh dan terluka. Terima kasih sudah mengajariku mencintai dan setia. Terima kasih sudah mengajariku arti persahabatan. Terima kasih sudah mengajariku ikhlas mengorbankan orang yang (sangat) aku sayangi demi seorang sahabat yang lebih aku sayangi. Terima kasih, aku berhasil menghapus kepahitan itu dan berhasil mengampuni kalian :'D
Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali dengan membawa serta kebahagiaan kita masing-masing ya :D
- Asaf GenK - Persahabatan Kompak Selalu -

Aku dan yang di Hadapku

Terdiam aku melihat sosok dirinya
Seorang manusia setengah hidup setengah mati
Hidup dalam kepalsuan
Dan mati dalam kepastian
Aku menatapnya dalam-dalam
Ia yang tak pernah ku kalahkan
Tidak akan pernah
Sekalipun aku menghancurkannya
Dia selalu di sana, di hadapanku
Manusia macam apa yang kulihat saat ini
Wajah penuh angkara, dusta, sengsara, dan air mata
Begitu lemah begitu rapuh
Seandainya aku bisa menangkap siluetnya
Aku hanya menangkap diriku sendiri
Di sini
Di ruang sempit antara nyata dan fana
Aku memandang sebuah cermin
Sebuah bayang diriku
Yang tak pernah bisa aku taklukan
Yang penuh kenaifan dan ambisius
Itulah aku dan aku yang di dalam cermin itu

by : Sindy R. Asta S. 
read more (klik disini)

20110914

Aku gak puitis
Aku gak pinter bikin kata-kata bagus
Aku gak suka basa-basi
Yang penting kamu tau aku sayang kamu :*

20110911

Nulis Itu.....

"Kalo lo mau nulis, nulis aja, gausah mikir!"
(5cm, Donny Dhirgantoro)

20110910

Stuck Past

"Masa lalu bukan untuk dipikirkan, cukup dikenang." -- @zentojan

Masa laluku ya masa sejak aku lahir hingga saat ini aku menulis ini. Suka, duka, senang, sedih, senyum, tawa, tangis, jatuh, bangun, galau, random, jatuh cinta, patah hati, iri, sombong, sabar, dan masih banyak lagi. Berjuta kenangan terasa manis, pahit, asam, asin, tawar, berjuta rasanya (kalau kata Titiek Puspa).
Aku sependapat dengan Ojan. Masa lalu bukan untuk dipikirkan, cukup dikenang. Ya, jangan hanya karena sesuatu di masa lalu yang menjadikan kalian menyesal hingga akhirnya kalian STUCK PAST. Ga usah dipikirin lah, dikenang saja. Apa bedanya?
Kalo dipikir, sesuatu itu, yang membuat kita menyesal itu, kita pikir sekeras-kerasnya, kita pikir "ah kenapa sih dulu sampai seperti itu? harusnya aku ndak gitu, harusnya aku ......." NAH! itu namanya dipikirin.
Kalo dikenang, kita cukup mengenang, mengingat perjalanan kejadian itu, sesuai alur, tidak perlu ditambah bumbu maupun dikurangi secuil. Kita bayangkan saat terjadinya itu, kita ingat-ingat kembali.

Masa lalu adalah pengalaman. Pengalaman itu secara tidak langsung adalah suatu pembelajaran untuk diri kita sendiri untuk menjalani hari ke depannya. Tentunya pengalaman-pengalaman pahit sebagai intropeksi, agar tidak terulang di ke depannya. Dan pengalaman manis, biarlah jika kita mengenang itu akan menjadi energi positif tersendiri dalam diri kita masing-masing.
Don't stuck past! Mulailah berpikir jernih, berpikir positif. Buang semua energi negatif dalam diri kita, maka tidak diragukan lagi, kamu adalah manusia-manusia hebat :'D

The Last Words From Mr. Brain

Memang sebaiknya seperti itu. Daripada kamu di sini jadi batu sandungan buat teman-teman yang lain. Sukses buat studinya.
*nangis* *salaman* *larikeluar* *pelukMega*

Melupakan dan Terlupakan

Aku : Ma, omanya meninggal.
Mama : Oya? Alamatnya dimana? Mama ngelayat ya.
Aku : Iya, tapi omanya yang di Makassar. Sekarang disana semua jadinya kesininya ditunda sebulan.
Mama : Oh kirain yang disini. Sampaiin salam ya.
Aku : Iya.

-----

Mama : Udah dateng kah?
Aku : Belum. Gak tau ma, ruwet.
Mama : Jadi kuliah dimana toh?
Aku : Salatiga. Katanya emang mau mampir sini sekalian mamanya wisata rohani. Tapi om sama dea ikut kok. Wah sekeluarga :O
Mama : Ciee CLBK ni yee.
Aku : Eh enggak lah. Ketemuan doang kok. Katanya mereka kangen.
Mama : Hihi kalo iya ya dipikir-pikir dulu.
Aku : Yang CLBK siapa coba ih -__-

-----

Aku : Ma, pada gak jadi kesini. Langsung ke Salatiga semua, ngurus kuliahnya.

-----

20110907

GagasMedia's Challenge


This is only a mere fad. Just a hobby. Coincidence, GagasMedia open a challenge. Enjoy it.

"Tak ada yang lebih menyakitkan dari menatap dalam-dalam mata orang yang kau cinta dan menemukan bayangan orang lain di sana."
[1]
Tak ada yang lebih menyakitkan dari menatap dalam-dalam mata orang yang kau cinta dan menemukan bayangan orang lain di sana. Kamu dan dia, di satu waktu, di satu tempat. Hening. Lagi. Kau melihatnya, dia yang adalah masa lalunya, di mata dia yang adalah milikmu sekarang. Dia dan dia. Masihkah? "Lalu siapa yang ada di hatimu? Aku atau dia? Jelas hatimu masih dimiliki olehnya," kau hanya mampu berucap dalam hati. Dan kau menangis di dalam hati. Lagi.

[2]
Tak ada yang lebih menyakitkan dari menatap dalam-dalam mata orang yang kau cinta dan menemukan bayangan orang lain di sana. Dia menatap lembut, berkata bahwa dia mencintaimu dengan sepenuhnya dan kau tersenyum lembut. Dia tersenyum. Tanpa dia tahu bahwa kau melihatnya, orang lain, di matanya, bukan bayangan dirimu. Sampai kapan akan terus seperti ini? "Dia pikir aku tidak tahu. Haha," ucapmu dalam hati. Akankah dia terus bersandiwara di depanmu? "Balas! Balaslah dengan sandiwaramu juga!" bisik iblis di telingamu. "Ini memang terlalu sakit, aku tulus mencintainya, haruskah aku membalasnya? Tidak! Tidak akan! Biarlah aku nikmati ini sendiri," balas hati kecilmu

[3]
Tak ada yang lebih menyakitkan dari menatap dalam-dalam mata orang yang kau cinta dan menemukan bayangan orang lain di sana.
"Tiga bulan lagi, sayang," katanya sambil tersenyum. Aku hanya mambalas dengan senyum. Dia meraih tanganku lembut dan mencium tanganku.
"Kamu yakin?" tanyaku.
"Mengapa tidak?"
"Aku hanya tidak mau akhirnya kita tidak bahagia. Ingatkah arti kata bahagiamu?"
"Ya. Bahagiaku adalah kita masih bersama di usia lanjut. Dan kita akan wujudkan itu, bukan?"
"Apakah bahagia jika meskipun bersama namun masa lalu masih membayangi?"
"Kamu kenapa? Bukankah kita sudah menyepakatinya? Hei, dengar, aku mencintaimu, aku memilihmu," katanya meyakinkanku. Aku menunduk. Airmata pun tak enggan untuk jatuh membasahi pipiku.
"Aku....aku tidak bisa. Maafkan aku. Pergilah, kembalilah padaku jika kau sudah berhasil menghapus bayangannya. Maaf. Aku mencintaimu," ucapku terbata-bata.
Aku melepaskan genggaman tangannya, berdiri, berjalan ke arahnya, mencium keningnya, dan berlari sekuat tenaga. Berlari sejauh mungkin. Menghilangkan rasa sakit yang mendalam. Untuk sementara. Aku yakin dan percaya, Tuhan akan mempersatukan kami pada akhirnya. Suatu saat nanti.


[4]
"Tak ada yang lebih menyakitkan dari menatap dalam-dalam mata orang yang kau cintai dan menemukan bayangan orang lain di sana," ucap Rani dengan tatapan kosong lurus ke depan.
"Bahasa lo tinggi bener. Ada apa lagi sih? Nih," kata Ghea sambil menyodorkan sebungkus rokok kepada Rani. Rani meraihnya.
"Nih ya, gue kasih tau sama lo, untuk yang keseribu kalinya. Dia itu ga pantes dapetin elo. Elo kan cewek baik, pinter, cantik. Lo harusnya nyadar, Ran!"
"Talk to my hand!" Rani memajukan tangannya yang terbuka ke depan wajah Ghea.
"Kalo gini mah lo ga pinter. Ini lo BODOH!"
"BO-DO A-MAT!" balas Rani cuek. Ghea memindah posisi duduknya, mendekat kepada Rani.
"Ran, kalo udah kena perbedaan gini udah ga bisa lagi Ran. Lepasin aja deh. Lupain dia. Cari yang sama. Toh dia udah bisa kan ngelupain lo? Dia udah dapet yang baru kan? Dan lo liat sendiri kan, mereka berdua BAHAGIA! Lo mau jadi pengganggu buat mereka? Lo mau ngerusak kebahagiaan mereka? Bisa dia balik sama lo? NGGAK! Yang ada lo terus dihantui rasa bersalah, Ran! Lo sendiri yang hancur nantinya!"
"Gue tau, Ghe, gue tau! Tapi gue ga bisa segampang itu ngelupain dia! Lo ga tau rasanya jadi gue!" jawab Rani sambil terisak.
"Gue tau rasanya! Makanya gue nasehatin lo! Gue ga mau lo nangis terus-terusan! Alangkah baiknya lo buka lembaran baru. Hapus semua tentang dia! Sebisanya lo nggak ngeliat dia, di dunia maya sekalipun. Lo pasti bisa!" Ghea pun menitikkan airmatanya dan memeluk sahabatnya, Rani.
"Thank you ya, calon psikolog," Rani membalas pelukan Ghea dan mereka berdua tertawa bersama.
"CUT!" teriak sutradara sambil diiringi tepuk tangan yang meriah oleh para kru.



"Tanpa sepengetahuan orang-orang, aku menjauh dari keramaian dan menangis tanpa suara."

Pintu rumah Reno telah terbuka sejak jam 5 sore tadi. Tamu-tamu pun mulai memenuhi ruangan tamu hingga halaman belakang rumahnya itu. Aku sedari tadi sibuk mengantarkan berbagai macam makanan dan minuman kepada para tamu. Yaa, hitung-hitung membantu calon keluargaku ini, mungkin.
"Non Rianty, istirahat dulu sebentar, biar Mbok aja yang bawakan," kata Mboh Inem mengagetkanku.
"Eh Mbok, ndak papa kok, dari pada nganggur. Hehe."
Aku menemani Mbok di dapur hingga ponselku bergetar. Ada panggilan masuk. Dari Reno.
"Halo, Ren?"
"Ri, kamu dimana?"
"Aku di dapur, Ren, nemenin Si Mbok. Ada apa, Ren?"
"Sini deh kamu, ke kamarku sebentar. Penting nih."
Aku memutusdkan sambungan telepon dan bergegas menuju kamar Reno. Pintu kamarnya terbuka sedikit. Aku masuk.
"Sini deh, Ri," panggil Reno yang sedang membongkar lemarinya, mencari sesuatu. Aku menghampirinya.
"Apaan?"
Reno mengeluarkan sebuah kotak musik yang terlihat berdebu dan menunjukkan kepadaku. Aku menatap Reno dalam-dalam. Sejak kapan dia memiliki kotak musik ini?
"Ada sejarahnya, Ri. Ini udah gue simpen selama 8 tahun, Ri. Dan di dalam kotak musik ini ada tulisan yang gue buat 8 tahun lalu. Lo mau tau ndak?" Reno menarik tanganku dan membawaku ke balkon kamarnya. Kami duduk di lantai sambil menatap langit gelap.
"Dulu, 8 tahun lalu, gue lagi jalan di sebuah mall bareng nyokap. Dan saat itu nyokap beliin gue ini. Nah pas keluar dari toko itu, gue yang ga ngerti apa alesan nyokap beliin gue barang ini, gue kebelet pipis dan tanpa sadar gue ninggal kotak musik itu di sebuah meja di foodcourt. Gue kira nyokap udah bawa itu barang. Ternyata enggak. Gue lari balik ke tempat itu dan kotak musik gue udah ada di tangan seorang cewek. Gue minta baik-baik tapi dia ga mau ngasih. Akhirnya gue rebut dan ngelukain tangannya. Dia nangis dan gue lari," cerita Reno menggebu-gebu.
"Hm, terus?"
"Mulai saat itu gue janji kalo gue nemuin itu cewek, gue bakal jadiin dia pacar gue. Nah, disini gue nulis nama itu cewek yang ternyata adalah anak temen nyokap gue. Kemarin gue dapet info kalo ternyata dia udah balik dari luar negeri, Ri. Dan insya Allah dia bakal dateng malem ini ke acara ini, Ri. Gue ga sabar ketemu dia. Nanti deh gue kenalin sama dia. Dia cantiiiiiiikk banget, Ri," Reno bersemangat.
Aku terdiam. Aku merenung. Jadi selama ini dia anggap aku apa? Dia lebih memilih wanita yang hanya ia temui sekali daripada aku? Aku yang hampir setiap hari selama 5 tahun ini selalu bersama dia dan keluarganya. Memang, aku hanya menumpang. Tapi perlakuan keluarganya seakan memberi harapan untuk aku nantinya akan menjadi menantunya, menantu dari Ayah dan Bunda.
"Turun yuk," Reno berdiri dan meninggalkan aku di balkon kamarnya.
Setengah jam kemudian aku turun, bermaksud menuju dapur untuk membantu Mbok.
"Non, kemana aja? Tuh dicariin Mas Reno di halaman belakang," kata Mbok Inem.
Aku menuju halaman belakang dengan malas. Aku sudah tahu apa yang akan terjadi.
"Ri! Sini, sayang," teriak Bunda.
Aku berjalan menghampiri Bunda. "Iya, Bun, ada apa?"
"Tuh lihat, Reno sama pacarnya, romantis ya. Kapan kamu ajak pacarmu?" kata Bunda sambil tersenyum. Reno dan Via. Via? Olivia? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin!
Olivia, adik tiriku. Aku cinta Reno. Mengapa seperti ini? Tanpa sepengetahuan orang-orang, aku menjauh dari keramaian dan menangis tanpa suara.

20110905

Strengthen Myself

There can be miracles, when you believe
Though hope is frail, it's hard to kill
Who knows what miracles, you can achieve,
When you believe, somehow you will
You will when you believe

(Mariah Carey - When You Believe)